Pertobatan sejati bukanlah sebatas “mengoyakan pakian” (praktek lahirah), melainkan “mengoyakan hati” (pertobatan hati). Hati yang menyesali kesalahannya dan berbalik kepada Allah (metanonia)
SALSA (SApaan Lembut
Sabda Allah)
Rabu Abu, 5 Maret 2025
Bac. I: Yoel. 2: 12–18
Bac. II: 2Kor. 5:20 – 6:2
Mzm Tanggapan.: “Mohon ampun kami orang berdosa”
Injil: Mat. 6: 1-6.16-18
Sapaan lembut Sabda Allah hari ini mengundang kita untuk
menghidupi semangat-gerakan pertobatan selama perjalanan spiritual di Masa Prapaskah
ini. Dalam terang bacaan 1, pertobatan sejati bukanlah sebatas “mengoyakan
pakian” (praktek lahirah), melainkan “mengoyakan hati” (pertobatan hati). Hati
yang menyesali kesalahannya dan berbalik kepada Allah (metanonia).
Dalam terang bacaan 2, pertobatan berarti memberikan diri
kita untuk berdamai dengan Allah. Dan dalam terang bacaan Injil, pertobatan
sejati itu diwujudkan melalui praktek kesalehan yakni sedekah, doa, dan puasa.
Praktek kesalehan ini hendaknya dilaksanakan dengan motivasi yang tulus,
bukannya dengan motivasi untuk dilihat atau dipuji oleh orang lain. Praktek
kesalehan ini harus lahir dari gerakan hati yang bertobat atau buah dari
pertobatan itu.
Pesan sentral dari Sapaan Lembut Sabda Allah hari ini
adalah ajakan untuk menghayati semangat pertobatan. Pertama, Bertobat berarti
membaharui dan menata hati., hati yang menyesal dan menangisi kesalahan kita,
dan hati yang berbalik kepada kerahiman Allah. Kedua, Bertobat berarti
mendamaikan diri dan membaharui relasi kita dengan Tuhan dan sesama. Kita perlu
rendah hati untuk memohon pengampunan dan belaskasihan Tuhan. Kita belajar
untuk saling memaafkan dan mengampuni satu sama lain.
Ketiga, Bertobat berarti tidak mengandalkan diri sendiri
melainkan percaya dan mengandalkan Tuhan (melalui doa), tidak mencari
keuntungan pribadi melainkan bersolider dan bermurah hati dengan orang lain
(melalui sedekah), dan tidak mencari kepuasan pribadi melainkan mengendalikan
keinginan kita (melalui puasa). Dan hendaknya doa, sedekah dan puasa itu bukan
dilaksanakan dengan motivasi untuk dilihat dan dipuji oleh orang lain,
melainkan dilaksanakan secara “tersembunyi”, dengan motivasi yang tulus dan jujur.
Semoga rahmat Tuhan memampukan kita untuk memanfaatkan
Masa Prapaskah yang berahmat ini sebagai kesempatan untuk membaharui dan menata
hati dan hidup kita, amin (John, cmf).