Meskipun secara sosial, si Lewi dianggap sebagai pendosa, namun Yesus tetap memilih dan memanggilnya untuk menjadi murid-Nya. Yesus mencintai dan mendekati para pendosa, yang ditandai “makan bersama” dengan mereka.
Berpuasa berarti keluar dari kecenderungan untuk mencari kepentingan diri sendiri dan semakin bermurah hati dan bersolider dengan sesama.
Yesus mengingatkan para Murid-Nya bahwa konsekuensi dari mengikuti-Nya adalah siap untuk mengikuti jalan penderitan, yang akan membawa kepada sukacita Paskah, keselamatan sejati.
Pertobatan sejati bukanlah sebatas “mengoyakan pakian” (praktek lahirah), melainkan “mengoyakan hati” (pertobatan hati). Hati yang menyesali kesalahannya dan berbalik kepada Allah (metanonia)