Penghayatan Cordimarian dalam Hidup Claret

"Oh hati Maria, tanur dan alat cinta kasih, nyalakanlah dalam hati saya cinta kasih kepada Allah dan sesama” (Aut. 447)

Penghayatan Cordimarian dalam Hidup Claret

1. Proses Identifikasi sebagai Putra Maria


Sejak kecil Claret memiliki devosi dan keakraban yang sangat mendalam dengan Bunda Maria. Mendaraskan dan merenungkan Rosario adalah kegemarannya: “Saya tidak pernah bosan berada di Gereja di depan patung Maria Ratu Rosario, dan saya bercakap-cakap dan berdoa begitu penuh kepercayaan sehingga saya yakin Perawan Tersuci mendengarkan saya. Saya tidak bisa menjelaskan betapa tinggi perhatian, khidmat dan kebaktian saat saya sedang berdoa, lebih daripada sekarang” (Aut. 48).


Melalui pengalaman kedekatan dan devosinya, Claret menemukan beberapa profil atau karakter fundamental Bunda Maria, yakni: berbelas kasih, penyerahan diri yang total, keterpusatan dan interioritas, dan ketulusan. Dalam seluruh ziarah panggilan apostoliknya, Claret sungguh mengalami kehadiran Maria sebagai “Ibu dan Guru dari Murid Yang Dikasihi”; bahkan dia mengakui bahwa “Bunda Tersuci melindungi dan menjagaku secara sangat khusus, yang sangat memanjakan diriku; bukan karena saya pantas, melainkan semata-mata karena kebaikan dan belaskasihannya” (DocAut IX: EA p.432; cf. también DocAut II: EA p.413). Dalam seluruh perjalanan hidupnya, secara khusus dalam situasi-situasi krisis, Claret mengalami secara nyata perlindungan keibuan Maria (cf. Aut. 71ss). Claret sangat menyakini bahwa Bunda Maria sangat mencintainya; dia mengidentifikasikan dirinya sebagai Putra yang dikasihi Sang Bunda: “Engkau mengetahui bahwa saya adalah putera dan pelayanmu, yang telah dibentuk dalam tanur belaskasih dan kasihmu”.


2. Claret Merenungkan Seluruh Misteri Maria melalui HATI-nya


Dalam “La Carta a un devoto del Corazón de María”, Claret secara eksplisit menggambarkan pemahamannya tentang Hati Maria. “Hati Maria mencakup dua hal: Hati material dan Hati formal, yang adalah cinta dan kehendak. Hati material Maria adalah organ fisik, yang merupakan instrumen cinta dan kehendak; sama seperti kita melihat dengan mata, mendengar dengan telinga, mencium dengan hidung, berbicara dengan mulut, demikianpun kita menghendaki dan mencintai dengan HATI” (EE p. 499s.). Dalam Surat yang sama dia menambahkan, “Hati Maria menyatukan seluruh totalitas dirinya Hati Maria bukan saja tempat di mana Yesus dikandung oleh Roh Kudus, tetapi juga merupakan asal-sumber di mana Dia mengenakan kemanusian-Nya. Hati Maria bukan hanya Bait Roh Kudus, melainkan lebih dari pada Bait, di mana melalui darah yang keluar dari Hatinya yang Tak Bernoda, Roh Kudus membentuk kemanusiaan tersuci dalam rahim suci dan perawan misteri agung inkarnasi. Hati Maria telah menjadi organ seluruh kebajikan secara heroik, terutama cinta kepada Allah dan manusia. Hati Maria adalah tahta di mana bermuara seluruh rahmat dan kerahiman”.


Dapat disimpulkan bahwa Hati Maria adalah simbol totalitas pribadi Maria, di mana terintegrasi, secara menyeluruh dan dinamis, seluruh dimensi kepribadian Maria: somatik, fisik dan spiritual.

3. Pluralitas Konotasi Gelar “Hati Maria”


a. Interioritas


Dalam bahasa biblis, term “Hati” dimaknai sebagai dunia interior pribadi manusia (pikiran, afeksi, memori, kehendak…), pusat seluruh aspek psikologis, moral dan spiritual, dan secara khusus sebagai tahta personal perjumpaan dengan Allah. Pemahaman biblis ini tentunya mendorong Claret untuk memberi kepentingan khusus pada Hati Maria. Selain dipengaruhi konsep biblis tersebut, Claret memiliki pengalaman personal yang menggarisbawahi dimensi interior dari Hati Maria; Claret telah menemukan, menghayati sejak masa kecilnya berkaitan dengan integritas personalnya, hatinya (cf. Aut. 50,ss).


Berangkat dari pengalaman personalnya, dan dinspirasi oleh teks Injil (Luk. 2:19.51) Claret menemukan dan mempresentasikan Hati Maria sebagai model hidup kontemplatif. Saat Claret memberikan retret kepada para suster Marcaderian di Madrid pada Maret 1859, dia mengatakan, “Teladanilah Maria, di mana dia merenungkan dan menyimpan segala sesuatu dalam HATI-nya” (MssClar X,567; cf. La Colegiala instruida, Madrid 1864, p.423s.). Hati Maria menghadirkan seluruh hidup interior Bunda Maria, di mana terletak kediaman dan firdaus Allah. Hati Maria adalah Bait Roh Kudus, di mana secara khusus disembah kemanusian dan keilahian Kristus: kemanusian karena perempuan itu adalah ibu Yesus, dan keiilahian karena dia adalah Putri Allah, Ibu Sang Putra dan mempelai Roh Kudus (Catecismo de la doctrina cristiana explicado..., Barcelona 1848, p.399.).


Dalam Perjanjian Baru, digambarkan kehadiran Roh Kudus dalam interoritas orang kristiani sebagai realitas aktif, dinamis dan transformatif. Roh Kudus merupakan sumber dan pendorong hidup baru, kesaksian apostolis, aktivitas karismatis. Roh Kudus memiliki peran fundamental bagi misi. Perspektif Biblis ini, menginspirasi Claret untuk menemukan kekayaan dan pesona Hati Maria. Bagi Claret, Hati Maria adalah “taman kebajikan-kebajikan”, khususnya kebajikan iman, cinta kasih, harapan, kerendahan hati, kemurnian hati, ketaatan, kesabaran dan kegairahan. Kebajikan-kebajikan yang sama inilah yang menjadi karakter para misionaris, Putra-Putra Hati Maria. Bagi Claret, Maria adalah Murid Pertama Yesus Kristus, dan dia meneladaninya secara dekat. Dia mengajak para misionaris juga untuk menyerupai Maria.


b. Cinta Keibuan


Salah satu karakter fundamental Maria bagi Claret adalah cinta keibuannya. Pater Claret melihat adanya kesatuan erat antara Hati dan Cinta Keibuan Maria. Hati Maria merupakan pusat cinta kepada Allah dan manusia; maka devosi kepada Maria, secara esensil adalah devosi terhadap cinta keibuan Maria. Ada banyak teks di mana Claret secara eksplisit berbicara tentang relasi antara Hati Maria dan cinta keibuan. Salah satu teks yang terkenal adalah kotbah Claret pada saat Pesta Maria Dikandung Tanpa Noda pada tahun 1863 di mana dia menyatakan bahwa “Maria adalah cinta kasih total; di mana ada maria, di sana ada cinta kasih”. Dia menambahkan, “Dunia itu seperti sebuah keluarga besar, dan biasanya setiap keluarga memiliki sebuah direksi atau kepala, dan sebuah pusat cinta atau hati. Kepalanya adalah bapa, dan hatinya ialah ibu. Maka dalam keluarga kristiani, kepalanya adalah Yesus Kristus, dan hatinya adalah Bunda Maria. Jadi, Maria adalah Hati Gereja. Dari Hati Maria inilah mengalir segala karya cinta kasih” (cf. EE pp.492-495).


Keyakinan yang sama diungkapkan Claret dalam Autobiografinya: “Oh Maria, Bundaku! Bunda kasih ilahi! Saya tak bisa meminta sesuatu yang lebih menyenangkan Engkau, atau hal yang lebih sudi Engkau berikan, daripada kasih kepada Allah. Berikanlah saya cinta kasih itu, Bundaku! Bundaku, cinta kasih!, Bundaku, saya lapar dan haus akan cinta kasih; bantulah saya, puaskanlah kebutuhan saya. Oh hati Maria, tanur dan alat cinta kasih, nyalakanlah dalam hati saya cinta kasih kepada Allah dan sesama” (Aut. 447).


c. Gairah-Pasion Apostolik


Bagi Claret, Hati Keibuan Maria selalu berkaitan dengan karakter gairah apostolik. Dalam spiritualitas claretian, cinta merupakan akar dari seluruh karya apostolik, semua aktivitas dan penderitaan hanyalah demi Kerajaan Allah.


Tidaklah diragukan bahwa ketika Claret menulis Definisi-Pola Misionaris, pada dasarnya dia sedang menjelaskan traktat Hati Maria: gambaran Putra melahirkan karakter-sifat keibuan. Seorang Putra Hati Tak Bernoda Maria adalah seseorang yang berkobar dalam cinta kasih; karena sebagai Putra Maria telah dibentuk dalam tanur belaskasihan dan cintanya. Maria adalah prototipe cinta-gairah apostolik.


Hati Maria membangun sebuah relasi yang unik dengan Allah, sesama dan diri sendiri. Claret dalam sebuah tulisannya mengatakan: “Tendré para con Dios corazón de Hijo, para con prójimos corazón de Madre, y para conmigo mismo corazón de Juez” (Dengan Allah saya berhati Putra, dengan sesama berhati ibu dan dengan diri sendiri berhati hakim). Maka, Claret memahami bahwa dalam menjalankan misi (relasi dengan sesama) dibutuhkan hati keibuan seperti Bunda Maria. Peran dan cinta keibuan, dilukiskan dengan sangat indah-ekspresif oleh Claret berikut ini:



“Seorang ibu selalu berbuat baik, rela menderita. Seorang ibu menangis. Seorang ibu memiliki misi spesial yakni mencinta secara total. Dia membangkitkan kecerdasan sang putra, membantu anaknya untuk mengenal bapa dan sesama, melatih anaknya untuk berbicara, berjalan, mendidik dan membentuk hatinya. Seorang ibu menafkahi, mengenakan pakaian, membersihkan dan merawat anaknya. Seorang ibu mendorong sang ayah untuk memperhatikan dan mencintai putranya. Ibu berperan sebagai perantara-jembatan kerahiman antara bapa dan puteranya. Ketika puteranya menderita dan menangis, cinta dan perhatian sang ibu semakin besar. Cinta seorang ibu tidak pernah gagal. Ketika bahaya mengancam, dia semakin aktif, enegik dan terlibat, rela menanggung bahaya, menerjunkan diri dalam kobaran api, sungai dan laut demi membebaskan anak-anaknya. Seorang ibu adalah martir keluarga. Dia mengandung anaknya selama 9 bulan, dan setelah itu mengandung dalam hatinya selama 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun…; meskipun anaknya tinggal sangat jauh, dia tetap dan selalu memikirkannya; dia mencintainya, mendoakannya, dan selalu bercerita tentang anaknya tanpa henti…” (EA p. 607).

Melalui gambaran atau profil seorang ibu di atas, Claret menunjukan betapa besar cinta keibuan Maria terhadap anak-anaknya, para misionaris Claretian; bahkan cinta keibuan Maria jauh lebih besar dan istimewa, karena dia adalah “ibu dari segala ibu”; Maria adalah ibu dari segala rahmat ilahi, dan Allah menjadikan hatinya lebih lembut, lebih berbelas kasih dan maharahim; dalam dan melalui hatinya Allah berinkarnasi menjadi manusia (cf. Ejercicios espirituales preparatorios a la primera comunión de los niños, Barcelona 1857, p.286; cf. EM p.247).

 

d. Hati Tak Bernoda: Melawan Kekuatan Jahat


Bagi Claret, Hati Maria memiliki karakter “militan”; karena cinta apstoliknya yang besar, dia berjuang untuk melawan semua kekuatan jahat yang menghancurkan manusia. Bagi Claret, Hati Tak Bernoda Maria bukan sekadar indah atau sempurna, melainkan sebagai hati pemenang, seorang perempuan yang tidak pernah bisa digigit ular-naga, karena dia telah menerima rahmat istimewa dari Allah untuk selalu mengalahkan kekuatan jahat (cf. 8 J.M.LOZANO, o.c., p.131; cf. también J.C.R.GARCÍA PAREDES, María en la espiritualidad claretiana, Madrid 1988, pp.23-34). Secara pribadi, Claret mengalami pengalaman personal bagaimana Bunda Maria membebaskannya dari kekuatan-cobaan si jahat: ketika dia masih frater, sebelum menerima tahbisan diakon, Bunda Maria Tak Bernoda membantunya untuk mengalahkan godaan terhadap kemurnian; dan sebelum memulai setiap misinya, Claret selalu mendaraskan doa kepada Bunda Maria Tak Bernoda (cf. Aut. 270, 273). Claret mengidentifikasinya dirinya seperti anak panah di tangan Sang Bunda; ada keyakinan yang mahakuat dalam diri Claret bahwa devosi kepada Hati Tak Bernoda Maria menjadi senjata ampuh untuk mengalahkan segala kekuatan jahat, membuat misi dan karya pastoralnya berjalan dengan baik dan sukses; Hati Tak Bernoda Maria membantu Claret untuk menobatkan banyak pendosa dan memenangkan banyak jiwa bagi Allah-keselamatan.


4. Penghayatan Filiasi-Keputraan Hati Maria

a. Keputraan


Claret mengidentikasi dirinya sebagai Putra Maria yang dibentuk dalam Tanur Hatinya. Penghayatan akan keibuan spiritual Maria membangkitkan dalam diri Claret perasaan dan sikap yang mendalam akan cinta dan kesalehan filial, dan juga imitasi dan ketaatan. Sebuah imitasi dan ketaatan yang mengalir dari rasa cinta terhadap sang Bunda. Ketiga kebajikan (kerendahan hati, cinta kasih dan kemurnian) muncul banyak kali dalam karya-karya Claret dan membentuk cara pemahaman dan penghayatannya akan keputraan cordimarian. Hati Maria menjadi sumber kebajikan-kebajikan misionaris yang membuat karya misi menghasilkan buah (cf. Aut. 438; 749).


Lebih dari sekadar imitasi eksternal, yang dicari dan diusahakan Claret adalah sebuah persatuan intim dengan Yesus dan Maria, sampai mencapai identifikasi hati yang sejati. Demikian diungkapkannya dalam salah satu Suratnya tahun 1847: “O Hati Yesus! O Hati Maria!, di mana tertancap tombak tragis itu, bongkarlah hatiku dan satukanlah dengan Hati kalian, agar menjadi sebuah hati yang tulus, hati yang sabar dan rendah hati, hati yang terlebur dalam cinta kepada Allah dan sesama” (En Colección de opúsculos, Barcelona 1860, p.61.).


Melalui persatuan filial dengan Hati Maria, Claret semakin dibentuk dan menyerupai Putranya, Yesus Kristus. Pengalaman ini memulai aksi formatif Maria, dan yang terus dihayati sampai ahkir hidupnya; “Maria Tersuci adalah Bunda saya, Mama serani saya, Guru saya, Pembimbing saya. Dialah segalanya bagi saya, sesudah Yesus” (Aut. 5). Bunda Maria bukan hanya memformasinya, tetapi juga mengarahkannya untuk menjalankan bentuk-bentuk kerasulan baru atau sarana kerasulan yang efektif (cf. EA p.634). Namun, dari sekian rahmat yang diterimanya, yang paling besar adalah “dia diangkat sebagai putera, secara khusus sebagai Putera Hatinya yang Tak Bernoda: “Oh Bunda yang terberkati, beribu-ribu pujian diberikan kepadamu karena kebaikan hatimu yang tak bernoda dan karena engkau telah mengangkat kami menjadi putra-putramu! Bundaku, buatlah kami menjawab kebaikan yang begitu besar supaya makin hari makin rendah hati, hangat dan bersemangat demi keselamatan jiwa-jiwa” (Aut. 493).

 

b. Kerasulan

Ciri keputraan Maria selalu dikaitkan dengan panggilan apostolis. Claret menghidupi keputraan Maria sebagai panggilan kepada kerasulan. Persatuan dengan Hati Maria diterjemahkan melalui cinta kepada sesama, secara khusus kepada mereka yang miskin dan tersingkir. Maka, cinta keputraan kepada Maria adalah tak terpisahkan dari cinta kepada sesama, yang mendorongnya untuk selalu mencari keselamatan semua orang melalui semua sarana yang mungkin. Dengan demikian, sebagai Putera Maria, ia diubah menjadi utusannya, bekerjasama dengannya dalam seluruh karya kerasulannya.


Kesadaran akan keterkaitan erat antara keputraan Maria dan cinta kerasulan, seringkali diungkapkan dalam tulisan-tulisannya. Bahkan kadang-kadang diungkapkannya dengan sangat sederhana: “Anak yang hilang tidak memiliki ibu; sedangkan engkau memiliki seorang ibu, yakni Maria Tersuci. Dialah yang mengutus aku untuk mencarimu” (MssClar IX, 102). Selain itu, hal tersebut diugkapkanya secara elaboratif, sebagaimana dinyatakan dalam “Definisi Seorang Misionaris”: “Saya mengatakan pada diri saya: Seorang Putra Hati Tak Bernoda Maria adalah seorang yang berapi dengan cinta kasih dan membakar di mana saja dia lewat. Dia bertekad dan berusaha keras dengan semua sarana untuk menyalakan semua manusia dalam api cinta kasih ilahi. Tidak ada apa-apa yang mengecilkan hatinya; dia bersukacita dalam kekurangan-kekurangan; dia memasuki pekerjaan-pekerjaan; dia memeluk pengorbanan-pengorbanan; dia merasa senang dan rela di dalam pemfitnahan-pemfitnahan; dia bergembira dalam siksaan-siksaan. Pikirannya yang satu-satunya adalah bagaimana dia akan mengikuti dan meneladani Kristus di dalam bekerja, menderita dan berusaha selalu dan hanya demi kemuliaan Allah yang lebih besar dan keselamatan manusia” (Aut. 494). Definisi ini menyatakan secara total akan identitasnya sebagai Putera dan utusan Maria. Cinta yang berkobar dan membakar Claret ini telah membara dalam Tanur Hati Maria (cf. Aut. 447).


Secara khusus, Claret menemukan kehadiran aktif Bunda Maria dalam diri Para Misionaris Claretian, di mana melaluinya mereka melaksanakan karya kerasulan, dan memperlihatkan spitualitas keibuannya kepada semua manusia: “Yesus adalah kepala Gereja, Maria adalah lehernya, dan yang paling dekat adalah hatinya. Lengan-lengan Maria adalah para misionaris Tarekatnya yang dengan semangatnya akan bekerja dan memeluk semua orang, dan akan berdoa kepada Yesus dan Maria. Maria Tersuci akan menggunakan mereka sebagai lengan-lengannya dan payudara seorang ibu untuk menyusui anak-anak kecil ini, sebagaimana seorang ibu yang mencari seorang inang. Para misionaris adalah inang-inang, yang harus menyusui orang miskin dengan payudara kebijaksanaan dan kasih, dan kedua payudara harus sama-sama bersedia dan memberikannya secara seimbang. Maka, seperti ibu-ibu yang baik dan sehat, mereka harus berusaha sering makan, baik untuk diri mereka maupun untuk menyusui dengan baik, sama seperti yang dilakukan oleh semua inang yang baik. Makanan yang mereka harus santap ialah doa mental dan vokal dan litani-litani singkat, bacaan rohani, teologi moral, dogma dan khotbah-khotbah (Luces y Gracias, en EA p. 665; cf. MssClar X, 89s).


c. Konsekrasi


Penghayatan Keputraan Maria ini, yang secara hakiki bersifat apostolis, diwujudnyatakan melalui Konsekrasi. Dalam Resolusi tahun 1843, tahun di mana dia memulai karya apostoliknya secara luar biasa, ada satu paragraf yang berisikan forma konsekrasi kepada Perawan Maria: “Saya menyerahkan diri sepenuhnya sebagai putra dan imam Maria. Karena itu, setiap hari saya akan mendoakan untaian antifon: ‘Gaude Maria, dignare me’. Dia adalah Ibu, Guru dan Pembimbingku. Demi dialah apa pun yang saya akan lakukan dan menderita dalam pelayanan ini; karena buah yang dihasilkan seharusnya menjadi milik dia yang telah menanam pohonnya” (EA p. 523).


Melalui konsekrasi kepada Bunda Maria, Claret mengungkapkan penerimaan personalnya akan keibuan spiritual Bunda Maria, dan penyerahan diri filial kepadanya. Sebuah penyerahan diri yang secara hakiki bersifat apostolis. Tujuan penyerahan diri kepada Maria adalah pelayanan Injil, yang dipahami sebagai kolaborasi terhadap misi keibuannya dengan manusia. Dapat dikatakan bahwa Claret mengkonsekrasikan diri kepada Maria bukanlah supaya hidup “tertutup” dalam Hatinya, tetapi supaya dibentuk dan diutus oleh Maria kepada misi evangelisasi. Ada hubungan yang tak terpisahkan antara konsekrasi kepada Maria dan kesiapsedian untuk bermisi. Konsekreasi kepada Hati Maria selalu berdimensi apostolis.


Digarisbawahi juga aspek komunitaris dari Konsekrasi kepada Hati Maria, di mana secara permanen berkaitan Communio fraternal in Corde Matris. Bagi Claret, dimensi komunitaris ini sudah melekat dalam seluruh penghayatan keputraan Maria. Claret menyadari bahwa keturunan Maria secara esensil bersifat eklesial, sebagai satu tubuh di mana seluruh anggota tubuh saling bersolider dan tak terpisahkan: “Kita telah dilahirkan bersama dengan Yesus. Meskipun kita banyak, namun kita satu bersama dengan Yesus” (En Remedios contra los males de la época actual, Barcelona 1870, p. 31).

d. Praktek Kesalehan


Akhirnya, penghayatan Keputraan Maria diwujudnyatakan melalui praktek kesalehan atau devosi kepada Bunda Maria. Sebagaimana kita ketahui bahwa sepanjang hidupnya Claret menjalankan devosi-devosi kepada Bunda Maria (Rosario, Litani, Visitasi, Novena…) atau devosi lainnya baik secara pribadi, komunitas maupun bersama umat. Lebih dari pada menjalankan praktek kesalehan atau devosi tersebut, Claret menampakan fleksibilitas, kreativitas dan kapasitas untuk menyesuaikan diri dengan siapa atau situasi apa saja. Devosi-devosi tersebut merupakan saluran atau sarana untuk mentransmisikan dan menghidupkan pesan-pesan Injil.


Claret menekankan bahwa devosi yang sejati kepada Maria berimplikasi pada penyerupaan diri terhadap kebajikan-kebajikan Maria: cinta, iman dan kesalehan filial-keputraan. Melalui devosi kepada Maria, para misionaris dapat meneladani kebajikan-kebajikan Bunda Maria. Kebajikan-kebajikan itu menjadi jaminan karya kerasulan yang membawa hasil yang efektif bagi semua orang. Devosi kepada Maria bermuara pada kesiapsedian dan pasión untuk mewartakan Injil, semakin menyerupai Yesus, Sang Misionaris Sabda. Menjadi Putra-Putra Hati Maria berarti siap diutus untuk menjadi pewarta dan pembawa sukacita Injil bagi semua orang.

Penulis: John Jeramu, CMF

Cat: Tulisan ini disadur dan diringkas dari tulisan Jose Maria Hernandes Martinez, CMF, "El Corazon de Maria en la Vivencia de Claret"

AGENDA
LINK TERKAIT