Apa itu pemecatan ipso facto dalam hidup bakti, dan pelanggaran apa saja yang pantas mendapat hukuman pemecatan ipso faco ini?
Suatu hari ada seorang teman yang bertanya soal pemecatan ipso facto dalam hidup bakti dan pelanggaran apa saja yang pantas mendapat hukuman pemecatan ipso faco ini?
Dalam KHK kita ada tiga tipe pemecatan, pemberhentian atau dikeluarkannya seorang anggota religius dari kongregasi atau tarekatnya, yakni: pemecatan ipso facto (Dimissione Ipso Facto, Dismissal Ipso Facto), pemecatan yang bersifat wajib (Dimissione Obbligatoria) dan pemecatan yang bersifat fakultatif/ karena alasan-alasan lain (Dimissione Facoltativa).
Untuk pemecatan ipso facto dapat diartikan bahwa seorang anggota tarekat hidup bakti dan serikat hidup kerasulan dianggap dengan sendirinya dikeluarkan atau secara otomotis keluar dengan sendirinya dari tarekat jika terbukti melakukan beberapa pelanggaran yang disebutkan dalam Kitab Hukum Kanonik kita.
Adapun tiga delik pelanggaran itu antara lain: a) Secara terbuka meninggalkan iman katolik (kan.694§1,1°); b) Melangsungkan pernikahan atau mencoba menikah meski hanya secara sipil (kan.694§1,2°); c) Meninggalkan komunitas religius tempat ia diutus selama 12 bulan berkelanjutan (ininterroti) dan tak tersedianya informasi apapun tentang keberadaannya (irreperibilità). Delik ini tidak ada pada nomor Kanon 694, tetapi baru ditambahkan dengan dipromulgasinya Motu Proprio Communis Vita, 19 Maret 2019.
Pada kasus ini, seorang religius bila terbukti melakukan ketiga sampel delik pelanggaran di atas, maka secara otomatis ia sudah keluar dan dikeluarkan dari tarekat. Tugas Pemimpin tinggi dengan dewannya cukup mengumpulkan bukti yang cukup dan mengeluarkan pernyataan bahwa yang bersangkutan telah dikeluarkan dari tarekat tanpa harus diproses dan menunggu konfirmasi ke Takta Suci. Ketentuan tentang pemberhentian ipso facto ini juga berlaku bagi mereka yang berprofesi sementara, serta bagi para anggota tarekat sekuler (kan.729) dan serikat-serikat hidup kerasulan (746).
(ds)