Bagi Paus Fransiskus, mencintai berarti memberi perhatian kepada yang lain, sadar akan kebutuhannya, mau mendengarkan dan menerimanya, selalu siap sedia demi dia.
“Sungguh, mencintai berarti memberi
perhatian kepada yang lain, sadar akan kebutuhannya, mau mendengarkan dan
menerimanya, selalu siap sedia (demi dia),” kata Paus Fransiskus.
Pernyataan ini muncul dari mulut Paus
Fransiskus untuk menghindari salah tafsir umat Allah terhadap ajaran Tuhan
Yesus supaya jangan cemas. Momen ini terjadi sebelum Paus berdoa Angelus
bersama para pengunjung di Saint Peter’s Square, Vatikan, Roma-Italia, pada
hari Minggu, 7 Agustus 2022.
Tuhan Yesus mengajarkan, “Janganlah takut,
hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan
itu” (Luk 12:32).
Ajaran ini merupakan lanjutan dari Sabda
Yesus kepada para murid-Nya agar jangan cemas dengan kepemilikan harta benda.
Tuhan mengatakan: “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu
makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu
pakai!” (Luk 12:22).
Yesus meyakinkan para murid-Nya bahwa semua
itu akan disediakan oleh Allah Bapa di Surga. Jadi, mereka tidak perlu cemas
dan terlalu sibuk menumpuk banyak materi.
“Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa
yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu
(Luk 12:29),” demikian kata Tuhan Yesus. Alasannya sangat jelas, kecemasan
semacam itu bukanlah gambaran seorang yang percaya kepada Allah. “Semua itu
dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah (Luk 12:30),” Sabda
Tuhan.
Berhadapan dengan ajaran Tuhan Yesus ini,
Paus memperingatkan supaya hati-hati dalam memahaminya. Menurut Paus
Fransiskus, Tuhan Yesus tidak sedang mengarahkan para murid-Nya untuk tidak
melakukan apapun. Sebaliknya, yang Tuhan inginkan adalah agar para murid-Nya
tidak mengarahkan seluruh perhatiannya hanya pada harta benda sehingga membuat
mereka cemas.
Muncul pertanyaan, “Apakah kita boleh
mengumpulkan harta benda?” Jawabannya, tentu “Boleh!”. Namun, harta benda tidak
boleh menguasai seluruh perhatian kita. Tuhan Yesus ingin agar kita menempatkan
Allah di dalam hati kita, bukan harta. Alasannya, jika harta yang selalu ada di
dalam hati, maka ketakutan dan kecemasan pun muncul.
Dengan penjelasan ini, kita mampu memahami
dengan baik makna sebenarnya Sabda Tuhan Yesus agar kita tidak takut.
“Janganlah takut, hai kawanan kecil!” (Luk 12:32).
Betul bahwa kita tidak boleh takut dan
cemas karena semuanya telah Allah Bapa di surga sediakan untuk kita. Namun, itu
tidak berarti kita terlena dan tertidur. Justru sebaliknya, kita harus berjaga.
Itulah sebabnya Paus Fransiskus mengatakan
bahwa Sabda Tuhan Yesus ini harus dipahami dengan dua kata kunci sekaligus,
yakni “Jangan takut!” (Don’t be afraid!) dan “Bersiap-siagalah!” (Be
ready).
Kedua kata tersebut tidak boleh terpisahkan
satu sama lain. Kita jangan takut, tetapi sekaligus harus selalu siap sedia.
Jangan takut dan cemas ketika sedang tidak memiliki apapun. Namun, sekaligus
jangan diam dan berhenti berusaha.
Jangan takut dan cemas ketika sedang tidak
memiliki apapun. Namun, sekaligus jangan diam dan berhenti berusaha. Itulah cara
bijak memahami Sabda Tuhan tentang kecemasan akibat hasrat menumpuk harta benda.
Hal ini tampak jelas dalam kata-kata Tuhan
setelah memperingatkan agar jangan takut: “Hendaklah pinggangmu tetap terikat
dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang
menatikan tuannya pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok
pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati
tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.” (Luk 12:35-37a).
Sangat jelas! Tuhan Yesus menghendaki para
murid-Nya agar tiada henti berusaha untuk tetap hidup. Ketika orang berhenti
berusaha, dia sedang memutus rantai kehidupan. Setiap kali orang menyerah dalam
bekerja, dia sementara mengabaikan dirinya dan orang lain. Orang yang hidup seperti
ini adalah orang yang sedang jauh dari tindakan mencintai.
Telah kita lihat pada awal tulisan ini,
bagi Paus Fransiskus, mencintai berarti memberi perhatian kepada yang lain,
sadar akan kebutuhannya, mau mendengarkan dan menerimanya, selalu siap sedia
demi dia.
Dari gagasan Paus ini, mari kita misalkan
relasi orang tua dan anaknya!
Kita dapat mengatakan demikian: orang tua
yang berhenti memberi perhatian pada anaknya sama dengan ia sedang berhenti
mencintai anaknya. Ia adalah seorang pendusta jika mengatakan ia sangat
mencintai anaknya, tetapi ia tak pernah peduli dengan kebutuhan anaknya. Ia
tergolong seorang pecundang jika tak pernah mau mendengarkan dan menerima
anaknya. Ia adalah seorang pengecut jika tak pernah mau siap sedia demi hidup
anaknya.
Salah besar jika ada orang tua yang mendasarkan
usahanya pada kesalahan tafsir Sabda Tuhan ini. Ia malas berusaha, lalu
meninabobokan anaknya dengan kata-kata dalam Injil. “Sabar ya, Nak! Tuhan akan
menyediakan semuanya!”, begitu kata segelintir orang tua, padahal setiap hari
dia tak mau berusaha.
Paus Fransiskus menegaskan, kita memang tak
boleh cemas ketika tidak memiliki apapun. Allah akan menyediakan semuanya bagi
kita. Namun, keyakinan ini harus sekaligus berjalan Bersama usaha kita yang
penuh tanggung jawab.
Jika kita tak mampu menyumbang materi, minimal kita memberi perhatian moril kita bagi yang lain. Jika kita tak punya sesuatu untuk dibagikan, minimal kita menyediakan waktu dan memberikan telinga untuk mendengarkan. Dengan cara-cara sederhana ini, kita telah melakukan tindakan mencintai.
(tm)
Baca teks aslinya di sini: Pope Fransic, Angelus, Sunday, 7 August 2022