Bagi Paus Fransiskus, pengampunan itu tidak lain merupakan suatu titik balik dari kematian kepada kehidupan, dari penderitaan kepada kebebasan.
Paus Fransiskus membuka Pintu Suci di
L’Aquila, Italia, dalam sebuah momen kunjungannya ke Italia Tengah, pada Minggu
28/08/2022 dalam perayaan Perdonanza Celestiana. Ritus pembukaan pintu
tersebut adalah untuk meminta belaskasih Allah.
Perdonanza Celestiana (Pengampunan Celestiana) merupakan suatu perayaan dalam Gereja
Katolik untuk merayakan pengampunan Tuhan. Orang-orang di L’Aquila merayakan
perayaan tersebut setiap tanggal 28 Agustus. Pada tahun ini, Paus Fransiskus
membukakan pintu suci itu yang tertutup sejak 728 tahun yang lalu.
Paus yang terakhir kali membukakan Pintu
Suci tersebut adalah Paus Selestinus V pada tahun 1924. Pada abad ke-13,
tepatnya tahun 1294, Paus Selestinus V mengeluarkan Bulla Kepausan “Inter
Sanctorum Solemnia”, atau dalam bahasa Italia Bolla de Perdono (Bulla
Pengampunan). Bulla tersebut memperkenalkan konsep perdamaian, solidaritas dan
rekonsiliasi.
Sesuai namanya, Bulla ini membicarakan
tentang pengampunan dari Allah. Dalam bulla tersebut, agar memperoleh
indulgensi penuh, seseorang yang datang meminta pengampunan mesti pergi
mengadakan pengakuan secara bersungguh-sungguh dan mengunjungi basilika Santa
Maria di Collemagio pada malam sebelum pesta St. Yohanes sampai malam setelah
pesta itu, yakni pada periode antara sore hari tanggal 28 dan 29 Agustus setiap
tahun.
Pada perayaan Perdonanza Celestiniana,
sebelum pintu tersebut terbuka, pertama-tama Paus Fransiskus mengetuk Pintu
Suci itu sebanyak tiga kali. Ia mengetuk dengan menggunakan tongkat yang
terbuat dari kayu pohon zaitun. Lalu, paus membukakan pintu suci agar semua
orang bisa masuk melaluinya. Setelah pintu suci terbuka, Paus memasuki basilika
Santa Maria di Collemagio untuk berdoa di depan makam Paus Selestinus V,
pemrakarsa adanya Pintu Suci tersebut.
Kunjungan ini tidak lepas dari situasi
dunia yang sedang berkecamuk hari-hari ini. Konflik antara Ukraina dan Rusia
menjadi titik perhatian dari kunjungan Paus Fransiskus ke L’Aquila. Harapan
yang tumbuh dari kunjungan itu adalah adanya pengampunan yang datang dari Allah
kepada umat manusia, termasuk memulihkan situasi Ukraina-Rusia.
Dalam homilinya di hadapan umat yang
berkumpul di depan Basilika Santa Maria di Collemagio, Paus Fransiskus
menekankan aspek penting dari pengampunan, yang baginya, harus terjadi setiap
hari. Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk terus berdamai.
“Semoga kuil ini selalu menjadi tempat di
mana kita dapat berdamai, dan mengalami Kasih Karunia yang membuat kita bangkit
kembali dan memberi kita kesempatan lagi. Tuhan kita adalah Tuhan (yang selalu
memberi) kemungkinan (untuk mengampuni): ‘Berapa kali, Tuhan? Satu? Tujuh?’ –
‘Tujuh puluh kali tujuh’. Dialah Tuhan yang selalu memberimu kesempatan lagi.
Jadilah kuil pengampunan, tidak hanya setahun sekali, tetapi selalu setiap
hari. Beginilah cara perdamaian dibangun, melalui pengampunan yang diterima dan
diberikan”, kata Paus Fransiskus.
Pengampunan yang berasal dari Allah
merupakan ungkapan belas kasih Allah kepada umat manusia. Bagi Paus Fransiskus,
pengampunan itu tidak lain merupakan suatu titik balik dari kematian kepada
kehidupan, dari penderitaan kepada kebebasan.
“Belas kasih adalah pengalaman merasa
mendapat sambutan, mengalami pemulihan, memperoleh kekuatan, memperoleh
kesembuhan, termotivasi. Memperoleh pengampunan berarti mengalami di sini dan
sekarang hal yang paling dekat dengan kebangkitan. Pengampunan adalah peralihan
dari kematian ke kehidupan, dari pengalaman penderitaan dan rasa bersalah
menuju kebebasan dan kegembiraan”, tandasnya.
’Berapa kali, Tuhan? Satu? Tujuh?’ – ‘Tujuh
puluh kali tujuh’. Dialah Tuhan yang selalu memberimu kesempatan lagi. Jadilah
kuil pengampunan, tidak hanya setahun sekali, tetapi selalu setiap hari.
Beginilah cara perdamaian dibangun, melalui pengampunan yang diterima dan
diberikan.”
Pada kesempatan kunjungan itu pula, Paus
Fransiskus menyempatkan diri untuk bertemu dengan para korban gempa tahun 2009
silam dan menyempatkan diri untuk melihat-lihat proses renovasi dari
gedung-gedung gereja yang rusak akibat gempa. Gempa tersebut menewaskan lebih
dari 305 orang dan menghancurkan hampir separuh dari kota tersebut.