Kedekatan Seorang Imam

Jika anda ingin pergi cepat, pergilah sendiri; jika anda ingin pergi jauh, pergilah bersama yang lain.

Gambar: Ilustrasi Kedekatan Seorang Imam

clarettanur.com - Kedekatan Seorang Imam

Ada kebiasaan menjelang Paskah dirayakan Perayaan Ekaristi para Uskup bersama dengan Imamnya. Perayaan ini dikenal dengan beberapa sebutan nama: ada yang menyebutnya dengan Misa untuk Pembaharuan janji Imamat, ada yang menyebutnya Misa Krisma dan ada yang menyebutnya dengan nama Misa Pontifikal.

Di Vatikan biasanya Misa ini dirayakan pada hari Kamis Putih Pagi. Sedangkan di berbagai tempat lain dengan alasan pastoral bisa saja dirayakan pada salah satu hari sebelum Tri Hari Suci atau hari-hari lain yang sudah ditentukan oleh Uskup setempat. 

Saya teringat akan pesan Bapa Suci Paus Fransiskus pada Simposium Teologi Internasional tentang Imamat yang diselenggarakan di Vatikan pada, 17-19 Februari 2022 yang lalu. Pada Simposium ini, dalam refleksinya, Paus mengajak Para imam untuk memiliki kedekatan dengan Tuhan, Uskup, sesama Imam dan dengan umat. 

Pertama, kedekatan dengan Tuhan. Tanpa keintiman doa, kehidupan spiritual yang baik, kedekatan konkret dengan Allah melalui mendengarkan Sabda, perayaan Ekaristi, keheningan adorasi, kepercayaan pada penyertaan Maria, sakramen Tobat, pelayanan kegembalaan seorang Imam pasti akan mandul. Ia hanya akan menjadi seorang pekerja yang mudah lelah.

Faktanya, banyak krisis imamat berasal dari situasi ini: kehidupan doa yang langka, kurangnya keintiman dengan Tuhan, dan kehidupan spiritual yang seolah menjadi rutinitas  belaka. Seorang imam diundang terutama untuk memupuk kedekatan dan keintiman dengan Tuhan. Relasi yang dekat dengan Tuhan, bisa dikatakan, adalah cangkok yang membuat seorang Imam tetap dalam ikatan kesuburan panggilannya.

Kedua, kedekatan dengan Uskup. Satu kata kunci yang bisa muncul disini adalah ketaatan. Ketaatan bukanlah atribut disiplin tetapi karakteristik terkuat dari ikatan yang menyatukan para Imam dan Uskup dalam sebuah persekutuan. Dalam nada ini, menaati uskup berarti belajar mendengarkan dan memahami kehendak Tuhan melalui sebuah discernment bersama (ketaatan: obedience, obbedire, ob-audire: mendengarkan dengan baik, mendengarkan dengan saksama).

Ketaatan karena itu mendengarkan kehendak Tuhan yang dilihat secara tepat dalam sebuah ikatan. Dan yang perlu diingat bahwa Uskup bukan seorang “pengawas sekolah”, “bukan penjaga”, tetapi dia adalah seorang ayah, dan dia harus memberikan kedekatan ini. Ada dan mempertahankan ikatan dengan uskup membuat hidup imamat dapat diandalkan. 

Ketiga, kedekatan dengan sesama rekan imam. Dimensi persaudaraanlah yang paling menonjol pada relasi kedekatan dengan sesama rekan Imam.   Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia ada di mana ada saudara-saudara yang mau saling mengasihi: "Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di antara mereka" (Mat 18:20).

Kasih persaudaraan, bagi para imam, tidak tetap tertutup dalam kelompok kecil, tetapi diungkapkan sebagai amal pastoral (bdk. Anjuran Apostolik Pastores Dabo Vobis, 23), yang mendorong kita untuk menghidupinya secara konkret dalam misi. Lalu ada sebuah ungkapan yang mungkin saja sudah kita dengar:, “Jika anda ingin pergi cepat, pergilah sendiri; jika anda ingin pergi jauh, pergilah bersama yang lain”.

Kadang-kadang tampaknya Gereja itu lamban-lambat - dan memang benar - tetapi jika kelambanan itu karena mereka ingin berjalan bersama dalam persaudaraan, rasanya bukanlah sesuatu yang perlu ditangisi dan disesali. Kedekatan dengan sesama Imam menjadikan panggilan imam sebagai seorang gembala menjadi penuh dengan sukacita.

Keempat, kedekatan dengan Umat. Kedekatan relasi dengan Umat Allah itu bukanlah suatu kewajiban melainkan suatu anugerah. “Cinta untuk orang-orang adalah kekuatan spiritual yang mendukung perjumpaan dalam kepenuhan dengan Tuhan” (Evangelii gaudium, 272).

Inilah sebabnya mengapa tempat setiap imam adalah berada di tengah-tengah umat. Seorang Imam perlu hidup, menangis dan tertawa bersama dengan umat-umatnya. Tempat tinggal yang paling indah bagi seorang Imam adalah ditengah-tengah umatnya.

Menutup refleksi sederhana ini, saya mengutip kata-kata dari Paus Fransiskus kepada para Imam yang disampaikan pada Homili Misa Krisma, Kamis Putih, 29 Maret 2018 lalu, katanya:

"Imam yang dekat dengan umat akan berjalan bersama mereka dengan kedekatan dan kelembutan sebagai seorang gembala yang baik: dalam menggembalakan mereka, ia kadang berada di depan dan menuntun mereka, ia kadang berada di tengah-tentah mereka dan kadang di belakang mereka. Umat tidak hanya mengapresiasi imam yang demikian, tetapi mereka merasa ada sesuatu yang spesial tentangnya, sesuatu yang hanya mereka rasakan ketika mereka berada di hadapan Tuhan. Maka dari itu, kedekatan dengan Allah dan umat menjadi sangat penting supaya mereka merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup konkret mereka".


=========

*Oleh Doddy Sasi, CMF

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
AGENDA
LINK TERKAIT