Masing-masing kita, saudara dan saudari, adalah seorang nabi. Nyatanya, dengan Pembaptisan, kita semua menerima karunia misi kenabian (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 1268). Nabi adalah seorang yang, berdasarkan Pembaptisan, membantu orang lain membaca masa kini di bawah karya Roh Kudus.
Tetapi persis seperti inilah – seperti halnya di dalam Paulus dan di dalam semua orang kudus – tampak bahwa Tuhanlah yang menguatkan Petrus dengan kasih karunia-Nya, yang mempersatukan kita dengan kasih-Nya, dan mengampuni kita dengan belas kasihan-Nya.
Dia tetap yakin bahwa bahkan ketika Tuhan memberinya “roti penderitaan dan air penderitaan” (Yes 30:20), Tuhan sendirilah yang akan segera menjawab seruannya dan mengelilinginya dengan kasih karunia-Nya. Inilah rahasia semangat apostolik: relasi yang terus-menerus dengan Tuhan.
Yesus, bagaimanapun, berkata untuk tidak takut, bukan karena semuanya akan baik-baik saja di dunia, tidak, tetapi karena kita berharga bagi Bapa-Nya dan tidak ada yang baik yang akan hilang.
Tuhan tidak jauh, tetapi Dia adalah Bapa. Tuhan tidak jauh, Dia adalah Bapa, Dia mengenalmu dan Dia mencintaimu; Dia ingin menggandeng tanganmu, bahkan saat kamu menempuh jalan yang curam dan terjal, bahkan saat kamu terjatuh dan berjuang untuk bangkit dan kembali ke jalur semula. Dia, Tuhan, ada bersamamu.
Karena orang yang melihat yang lain sebagai saudara atau saudari, melihat dalam dirinya sebuah wajah, bukan angka. Yang lain selalu “seseorang” yang memiliki martabat dan pantas dihormati, dan bukan “sesuatu” untuk digunakan, dieksploitasi atau dibuang.