Kita kenang inkarnasi sekaligus songsong parousia, itulah Substansi Adven.
“Kita adalah misionaris!” (MS 1). Hal yang tidak boleh kita lupakan, yaitu semua kegiatan misioner kita harus bersifat eskatologis. Maksudnya, “masa kegiatan misioner kita berlangsung di antara kedatangan Tuhan yang pertama dan yang kedua, saatnya Gereja bagaikan panenan akan dihimpun dari keempat penjuru angin ke dalam kerajaan Allah” (lih. Mat 24:31; 1Tes 4:13-18; LG 9).
Kedatangan pertama Tuhan disebut inkarnasi; itulah Natal, saat kelahiran-Nya, ketika Allah masuk dalam sejarah umat manusia, saat Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14) untuk bergaul dengan kita sebagai seorang sahabat dan mengundang kita untuk masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya (DV 2).
“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, pada zaman akhir ini, Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya yang telah ditetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu” (Ibr 1:1-2).
Dengan peristiwa kedatangan-Nya yang pertama, kita sudah hidup dalam waktu akhir (1 Yoh 2:18; KGK 670). Sekarang ini kita sudah berada pada waktu zaman akhir (1Kor 10:11). Itu berarti kesudahan segala sesuatu sudah dekat (1 Ptr 4:7).
Pertanyaanya adalah kapan kesudahannya paripurna? Jawabannya: tiada seorang pun tahu, karena Hari Tuhan itu tiba-tiba mendatangi kita seperti pencuri pada malam hari (1 Tes 5:2, 4; 2 Ptr 3:10; Why 3:3, 16:15).
Gereja Katolik mengajarkan demikian:
“Sejak kenaikan ke surga, terbayanglah kedatangan Kristus dalam kemuliaan, hanya saja kita tidak tahu masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kekuasaan-Nya (Kis 1:7; bdk. Mrk 13:32). Kedatangan eskatologis ini dapat terjadi setiap saat (lih. Mat 24:44; 1 Tes 5:2), meskipun ia dan ujian di waktu terakhir, yang harus mendahului kedatangan itu, masih “ditahan”” (KGK 673).
Itulah kedatangan kedua Tuhan, yang disebut parousia, yakni akhir zaman.
Dari semua uraian di atas, yang secara gamblang dilukiskan dalam gambar ini, kita mendapatkan satu gambaran bahwa di dalam keseluruhan dinamika sejarah keselamatan, Tuhan Yesus sungguh menjadi sentral. Dialah puncak wahyu, karena menyingkapkan Allah secara penuh dan sempurna (DV 4). Tiada wahyu lain lagi!
Sejak Tuhan Yesus, Logos, masuk dalam sejarah manusia sebagai manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14), titik awal (arkhe) dan titik akhir (parousia) sejarah bertumpu pada diri-Nya. Dengan demikian, kehadiran-Nya memulai zaman akhir dan akan paripurna pada akhir zaman. Itulah sebabnya peristiwa inkarnasi dan parousia tidak dapat dilepaspisahkan.
Persis peristiwa inilah yang kita rayakan selama Masa Adven. Kita memperingati kedatangan pertama Tuhan Yesus 2000-an tahun silam (inkarnasi: permulaan zaman akhir), sekaligus kita mempersiapkan kedatangan kedua Tuhan Yesus yang “sudah dekat” kesudahannya (parousia: akhir dari zaman akhir atau akhir zaman), yang akan mendatangi kita seperti pencuri (1 Tes 5:2). Itulah sebabnya persiapan kita tidak lain adalah waspada dan berjaga-jaga!
Uraian tentang “Substansi Adven” di atas menuntun kita sampai pada pemahaman bahwa Masa Adven adalah saat mempersiapkan kedatangan. Kita siapkan perayaan kenangan (anamesis) kedatangan pertama (inkarnasi) sekaligus menyongsong kedatangan kedua (parousia) Tuhan Yesus.
Menariknya, kedatangan kedua Tuhan tidak kita ketahui pasti kapan waktunya tiba. Oleh karena itu, kita harus berwaspada dan berjaga-jaga! Jadi, seluruh agenda persiapan kita selama Masa Adven, yaitu aksi persiapan kedatangan-Nya, selalu harus dalam nuansa siaga.
Siaga kita menyeluruh, lahir dan batin. Rasul Petrus menulis dalam suratnya yang kedua demikian: “Saudara-saudaraku yang kekasih,sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda dihadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.” (2 Ptr 3:14).
Rasul Petrus juga mengingatkan bahwa hanya orang yang memuja hawa nafsu yang meragukan janji Tuhan Yesus untuk segera datang kembali ke dunia ini. Keraguan orang-orang ini menjadi salah satu tanda bahwa Hari Tuhan itu sudah sangat dekat.
“Pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Kata mereka: Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan.” (2 Ptr3:3-4).
Menghadapi anggapan keliru dan sesat ini, Rasul Petrus menegaskan demikian: “Saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Ptr3:8-9).
Tuhan Yesus tahu pasti bahwa usaha pertobatan bukanlah perkara yang mudah. Ia paham, komitmen untuk hidup kudus dan suci itu butuh perjuangan keras. Itulah sebabnya sebelum meninggalkan para murid-Nya, Ia berpesan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat 26:41; Mrk 14:38;Luk 22:40).
Hidup kita di dunia ini sudah seperti hidup di bawah kontrol kuasa dosa (Rm 7:20). Berulang kali kita berkomitmen untuk menjauhi perbuatan-perbuatan tercela, tetapi justru kita sering melakukannya. Niat kita selalu mulia, inginkan hal yang baik. Kita ingin berubah menjadi pribadi yang baik. Akan tetapi, kita selalu jatuh dan jatuh lagi. Hal inilah yang membuat kita sering putus asa, bahkan membenci diri sendiri.
Tuhan Yesus sudah mengetahui semua pergulatan kita itu. Ia sungguh paham realitas kita, karena Ia juga manusia sama seperti kita. Keunggulan-Nya adalah Dia selalu mengandalkan kekuatan Bapa-Nya, Ia selalu berdoa, terutama dalam situasi genting seperti yang pernah dialami-Nya di Taman Getsemani.
Sebagai manusia, Dia sadar bahwa jika godaan setan hanya dilawan dengan kecakapan manusia, maka kita pasti jatuh dalam dosa. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menyadarkan kita agar tiada henti dan jemu-jemunya berdoa ( bdk. Luk 18:1).
Kata-Nya: “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Luk 21:36).
Rasul Paulus, pewarta termasyhur pada zamannya, yang kita kagumi dan ceritakan sepanjang zaman, pun mengalami hal yang sama. Dia curhat dalam suratnya kepada orang-orang di Roma. Setelah dia membuat discernment atas dirinya, terutama segala tingkah lakunya, dia menemukan ada satu hukum perilaku manusia. Demikian kata Rasul Paulus: “Jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku” (Rm7:21).
Penemuan “hukum perilaku” Santo Paulus ini memberi kita kontribusi besar dalam mengolah perilaku kita selama Masa Adven. Kita dituntut siaga berperilaku dalam doa.
Dalam pesan Natal tahun 2023, Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengusung tema yang sangat menarik, yaitu “Kemuliaan bagi Allah dan Damai Sejahtera di Bumi” (bdk. Luk 2:14). Sebagai persiapan, kita perlu dalami selama Masa Adven.
Ada tiga poin penting yang disorot, antara lain; (1) memuliakan Allah di dalam diri sesama manusia demi kesejahteraan bersama; (2) memuliakan Allah di dalam alam ciptaan demi kesejahteraan mereka (bdk. Kej 2:15); dan (3) memuliakan Allah dan mewujudkan damai sejahtera melalui media sosial.
Yuk, mari bersiaga bersama!
(tm)
========
*Seluruh tulisan ini disadur dari Buku Bacaan Katekese Adven 2023, disusun oleh Tim Katekese PNC Kupang 2023.