Seringkali kita mendengar frase “Leave of Absence”. Akan tetapi, dalam Kitab Hukum Kanonik atau Hukum Universal kita, tidak kita temukan frasa ini.
Beberapa
waktu yang lalu ada seorang teman yang sempat bertanya pada saya, kisah dan
bunyi pertanyaannya demikian.
Pater,
saya punya seorang teman suster. Sebut saja namanya Suster Kanonika. Teman suster saya ini sudah beberapa bulan meninggalkan komunitas kami. Saya ingin
membantu dia Pater, tetapi saya sendiri bingung. Namun, saya dengar-dengar
dalam hidup membiara ada istilah “Leave of Absence”.
Pertanyaan
saya Pater, apa itu “leave of absence” dalam hidup religius (bisa dibaca: hidup
membiara)? Atas dasar alasan-alasan apa saja seorang religius bisa memperoleh
izin “leave of absence”?
Terinspirasi
oleh kisah pertanyaan ini, saya berusaha membantu dengan satu dua sentuhan
catatan pastoral-yuridis. Sebelum mulai…yuk ngopi dulu!
Seringkali
kita mendengar frase “Leave of Absence”. Akan tetapi, dalam Kitab Hukum Kanonik
atau Hukum Universal kita, tidak kita temukan frasa ini, karena frasa yang
dipakai adalah “lengthy absence from the religious house” atau terjemahkan yang
bisa kita temukan dalam KHK kita adalah “kepergian yang lama dari rumah
(biara)” (bdk. Kan.665§1).
Sahnya
kepergian yang lama dari rumah biara (komunitas religius) ini diklasifikasi
dalam dua macam:
Pertama, kepergian yang lama dari rumah biara tidak lebih dari setahun (setahun). Kedua adalah kepergian yang lama dari rumah biara yang lebih dari setahun hanya dengan alasan kesehatan, studi atau kerasulan yang dilaksanakan atas nama tarekat (Kan.6651)
Sebutan
“Leave Of Absence” itu muncul hanya untuk mengidentifikasi atau menyebut mereka
yang pergi dari rumah biara/komunitas untuk setahun. KHK kita tidak menyediakan
apa saja alasannya, tetapi beberapa contoh yang bisa disebutkan adalah: merawat
orang tua yang sakit atau saat seorang religius mengalami krisis panggilan yang
serius. Dalam kasus seperti ini, pemimpin bersama dewannya harus
mempertimbangkan alasan-alasan yang ada dengan objektif
Seorang
religius yang ada dalam situasi “leave of absence” adalah seorang religius yang
belum dan tidak terpisah dari kongregasinya. Yang bersangkutan ada
dalam situasi “temporary suspension” dari kewajiban-kewajibannya dalam hidup
berkomunitas. Kaul-kaulnya tetap tidak berubah. Dia juga tetap mempunyai hak
untuk dipilih dan hak untuk memilih
Pertanyaan
lain yang bisa muncul disini: apakah waktu tiga (3) bulan sudah termasuk dalam kategori
kepergian yang lama dari rumah biara/komunitas?
Panjangnya
masa kepergian/absennya seorang religius dari rumah biara memang tidak
ditentukan dalam KHK. Artinya KHK kita tidak menentukan beberapa jumlah bulan
untuk absennya seseorang dari rumah biara. Akan beberapa jumlah bulan bisa saja
kita temukan pada hukum partikular masing-masing Kongregasi entah itu dalam
Konstitusi ataupun Direktori
Normalnya, jika seseorang pergi/absen dari komunitas melebihi 3 bulan dari rumah biara itu sudah termasuk dalam kategori “kepergian yang lama dari rumah” dan Pemimpin bersama dewannya perlu memperhatikannya. Hal yang juga baik untuk diingat di sini adalah “illegitimate absence” yang lebih dari 6 bulan menjadi dasar yang valid untuk mengeluarkan seorang anggota religius dari Kongregasi (Kan.696§1).